Minggu, 29 Maret 2015

LEMAHNYA PENGAWASAN TERHADAP PT.FREEPORT INDONESIA




PT. Freeport Indonesia adalah salah satu perusahaan tambang terkemuka didunia. Yang melakukan eksplorasi, menambang, dan memproses bijiih yang mengandung tembaga, emas, dan perak didaerah dataran tinggi diKabupaten Mimika Provinsi Papua Indonesia.

Namun kegiatan Pertambangan PT. Freeport Indonesia secara tidak langsung berdampak pada kerusakan lingkungan, sengaja atau pun tidak sengaja. Hasil limbah dari PT. Freeport mencemari dan merusak lingkungan hidup. Pengawasan dan penegakan hukum harus lebih diperhatikan oleh Pemerintah, karena pemerintahlah yang memiliki kewenangan tersebut.

PT. Freeport yang melakukan eksploitasi bahan galian tembaga di Tembaga Pura Papua menyebabkan kesalahan-kesalahan dalam mengelola sumber daya mineral dan pertambangan yang ada di Indonesia. Kesalahan tersebut bersifat kompleks dan sistematis, maksudnya adalah berawal dari peraturan yang dibuat dalam melaksanakan kegiatan  pertambangan selama ini.

Kesalahan-kesalahan yang di lakukan oleh PT. Freeport tersebut menjadi suatu kesatuan yang utuh, sehingga berakibat tidak hanya kerugian negara atas penerimaan hasil tambang yang terlalu kecil, namun juga berdampak pada masyarakat, khususnya masyarakat sekitar lokasi eksplorasi.

Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain :
1.    Ketidakpahaman pemerintah atas pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Tentang hak negara untuk menguasai sumber daya alam.
2.    Landasan hukum yang dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan pertambangan, yaitu UU No.11 Tahun 1967, tidak berpihak kepada rakyat
3.    Sifat mementingkan diri sendiri dari pelaku pertambangan maupun dari oknum pemerintah sendiri.

Padahal ketentuan Hukum Tentang Pengawasan Pemerintah terhadap PT. Freeport sudah terdapat pada :
1.    Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Penjelasan dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua dan untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang.

Sebenarnya secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang. Dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33.

Masalahnya ternyata sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua. Karena ternyata hak menguasai oleh negara itu menjadi dapat didelegasikan kesektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri, tanpa konsultasi apalagi sepersetujuan rakyat. “Mendua” karena dengan pendelegasian ini, peran swasta di dalam pengelolaan sumberdaya alam yang bersemangat sosialis ini menjadi demikian besar, dimana akumulasi modal dan kekayaan terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta yang mendapat hak mengelola sumberdaya alam ini.

2.    Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Penguasaan Mineral dan Batubara
-  Pasal 4 :“Mineral  dan batubara sebagai sumber daya dan yang tak terbarukan rnerupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.  Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah. “

3.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 71
(1)     Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(2)  Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(3)     Dalam melaksanakan Pengawasan, Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.

4.    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasal 74
(1)   Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2)    Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3)  Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai  sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.

Kesimpulan :
Secara realitas pelaksanaan pengawasan belum maksimal. Hal ini karena Kementerian Lingkungan Hidup hanya berpatokan pada data yang ada di Pemerintah Daerah. Pihak Kementerian Lingkungan Hidup beberapa tahun belakangan ini tidak melakukan pengawasan secara langsung di lapangan.

Namun demikian, PT. Freeport secara regulasi sudah melakukan laporan dalam kurun waktu tiga bulan berturut-turut yang didasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 431 Tahun 2008. Laporan ini diberikan kepada Kementerian Lingkungan hidup setelah diketahui kemudian diberikan kepada Kementerian ESDM. Kendala-kendala yang dihadapi pemerintah adalah situasi keamanan di sekitar area operasi dari PT. Freeport, Keterbatasan petugas pemantau atau pengawas di daerah sehingga akses pengaduan dan pemantauan menjadi lambat, Kondisi geografis yang tidak mendukung, Jarang ada lembaga lain yang melakukan penelitian di PT. Freeport. Cara mengatasi adalah Pemerintah pusat langsung turun lokasi dan memantau di lapangan dan peningkatan kerja sama antara pemerintah daerah kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat.






REFERENSI :